#: locale=en ## Tour ### Description tour.description = Welcome to The Body Shop ### Title tour.name = The Body Shop ## Media ### Title panorama_0CAF4DEF_395A_A905_41C0_40923B2AD3C7.label = Indoor 2 panorama_0D15A63B_395A_9B0D_41B2_C1959A013B14.label = Indoor 1 panorama_1223827C_3959_BB0B_41B2_1CCF1708A959.label = Indoor 6 panorama_12F9477E_3959_7907_41C2_6378798595F7.label = Indoor 5 panorama_702F341E_694C_2E95_41BA_45DA5501CEA8.label = Outdoor 3 panorama_CA7E3117_B34C_3227_41B9_46F1D494C2B1.label = Outdoor 2 photo_89CEDC57_ACD5_8663_41DE_606BAEE451A0.label = test popup produk sepatu photo_B1545A89_B4D4_162B_41D0_438E5451556F.label = OUTDOOR_05 photo_B1E6EEB5_B4D4_2E7B_41BF_2F59AEB4DAE7.label = OUTDOOR_02 photo_B2542F0B_B4D4_2E2E_41EC_4B3E56727BAC.label = OUTDOOR_03 photo_B2658CAA_B4D4_F269_41A7_E4664FCCD6C4.label = OUTDOOR_04 photo_B313D4EA_B4D4_33E9_41D0_99F24C7CB4C4.label = OUTDOOR_01 photo_B383E09F_B4CC_7227_41E1_41F681014DAD.label = Warung Internet photo_B3A4B3B8_B4CC_1669_41E5_E94489D9B406.label = Lift Kantor photo_B4181399_B4D4_762B_41E9_7C00BFFDFADD.label = OUTDOOR_06 photo_B4278626_B4CC_3E19_41E4_8AF01E08BCE4.label = Kelas 5A photo_B44F3FB8_B4CC_6E6A_41E6_D135E6C0C81F.label = Sunset Road photo_B477C859_B4CC_122B_41CA_0EF5D24F66A9.label = Ruang Keluarga photo_B498FB60_B4CC_F619_41E7_9E3CF35CB385.label = Warung Bakso photo_B54579D6_B4CC_3239_41A7_CD74AE1C2A5D.label = Indonesia photo_B5ADD31F_B4CC_1626_414D_CD98BA8A280F.label = Kantor Pemda photo_B606D7E6_B4F4_1E19_41E3_A8A1CDC4132E.label = DKI Jakarta photo_B78AC1E6_B4F4_7219_41CF_635F20E6F086.label = Rumah 1965 photo_B7A409BC_B4F4_1269_41E6_159278624DEC.label = Ponsel Pintar photo_B815611A_B4F4_1229_41E6_02CB24FFD401.label = Kios Pulsa photo_B8C44A3D_B4F4_766B_41C2_483A189FC4BC.label = Jalan Kampung photo_BAF0AF71_B57C_17E0_41C1_4976EB48E28F.label = Instagram photo_BFA1F778_B57C_17EF_41C5_192BEC12BD94.label = Gedung Pertunjukan ## Popup ### Body htmlText_08887241_1964_DFAD_41B0_2F40BC1D669A.html =


htmlText_71FE9325_66BC_6AB7_41C2_8C7733FAA0CE.html =


htmlText_742C3EAB_614B_65B1_41D4_D994E5EB835B.html =


htmlText_7C71EA4E_6944_1AF5_41D2_7FAFB069FA90.html =
Sunset Road 03:20


Gara-gara ingin berhemat, saya mendarat di Bali pada dini hari karena naik penerbangan paling akhir yang murah. Terlambat, pula.


Saya naik taksi dari loket resmi menuju Padangsambian. Karena koper besar yang saya bawa diletakkan di kursi belakang, saya duduk di samping sopir. Kelelahan dan mengantuk, saya bilang kalau mau mampir ke ATM.


Sepanjang jalan sopir berusaha mengajak saya bercakap-cakap. Saya menjawab pendek-pendek. Tiba-tiba dia mengelus paha saya dan memegang tangan saya. Saya menyentakkan tangannya. Dia marah dan menyebut saya cewek sombong.


Saya memerintahkannya berhenti di ATM, lalu saya keluar, mengambil uang sambil berdoa.


Saya kembali ke taksi, mengambil paksa tas saya dengan alasan ada teman yang akan menjemput. Sopir marah, memaki-maki saya, mengambil seluruh uang lalu melemparkan dompet saya.


Untung dia segera pergi meninggalkan tempat itu.




htmlText_889B8E7E_ACD7_8225_41CE_ED4693BC9AA9.html =
Tampaknya Ibu curiga melihat sikap saya akhir-akhir ini yang murung dan tak bersemangat. Ketika untuk kesekian kalinya Ibu bertanya, saya menceritakan segala-galanya.
Tengah malam buta atau menjelang matahari terbit, dia - ayah saya, beberapa kali datang ke kamar saya. Ia lalu membujuk saya untuk berhubungan intim dengannya. Ia selalu bilang “Setiap kali melihat kamu, saya seperti melihat istri saya sendiri.” Ia akan menciumi saya, meraba-raba payudara saya, melucuti pakaian saya lalu menyetubuhi saya.
Kalau saya menolak, dia akan mengancam. Jadi saya terpaksa membiarkan dia melakukannya. Suatu kali, dia juga memaksa saya melakukannya saat Ibu sedang tidak ada di rumah.
Ibu melaporkan kejadian ini ke kantor polisi. Dan sekarang Ayah saya dipenjara. Keluarga kami jadi omongan para tetangga. Kampung kami jadi gempar.
Apakah seharusnya saya diam dan menyimpan saja semua cerita ini?
htmlText_88C314B3_ACD5_8622_41E4_AF502A19B928.html =
Rumah 1965
Trauma tak punya tanggal kedaluwarsa. Cerita ini terjadi setengah abad lalu dan sempat lama terlupakan, tapi nyatanya tetap bercokol di bawah sadar.
Usia saya 5 tahun ketika salah satu saudara dari luar kota ikut tinggal di rumah. Dia baik hati, sering membelikan oleh-oleh. Saat kami bermain-main di kamarnya, dia sering bilang ingin memeriksa apakah saya mengompol. Dia akan melepas celana dalam yang katanya basah, lalu meletakannya di depan kipas angin “Supaya cepat kering”.
Lalu terjadilah hari itu. Dia memadamkan lampu kamar setelah melepaskan celana dalam saya. Kami berbaring di kasurnya, ia mengangkat badan saya, mendudukan saya di atas selangkangannya, lalu mulai mengayunkan badan saya, maju mundur. Rasanya ada yang salah dan aneh, tapi saya tidak tahu apa.
Esoknya, dengan kata-kata seadanya saya menceritakan kejadian sebelum dan sesudah lampu kamar dimatikan pada Ibu. Hari itu juga, dia menghilang dan tak pernah muncul lagi. Keluarga kami tak pernah membahasnya.
Puluhan tahun berlalu sampai suatu hari, dalam sebuah seminar, seorang peserta menceritakan kejadian yang mirip dengan apa yang saya alami. Saat itu saya berusia 45 tahun. Seketika kenangan saya atas persitiwa itu datang seperti hantaman badai. Sekujur tubuh membeku saat menyadari, saya pun mengalami kekerasan seksual.
htmlText_88C51139_ACD7_9E2F_41BF_AED90141F51E.html =
Rumah 1965
Trauma tak punya tanggal kedaluwarsa. Cerita ini terjadi setengah abad lalu dan sempat lama terlupakan, tapi nyatanya tetap bercokol di bawah sadar.
Usia saya 5 tahun ketika salah satu saudara dari luar kota ikut tinggal di rumah. Dia baik hati, sering membelikan oleh-oleh. Saat kami bermain-main di kamarnya, dia sering bilang ingin memeriksa apakah saya mengompol. Dia akan melepas celana dalam yang katanya basah, lalu meletakannya di depan kipas angin “Supaya cepat kering”.
Lalu terjadilah hari itu. Dia memadamkan lampu kamar setelah melepaskan celana dalam saya. Kami berbaring di kasurnya, ia mengangkat badan saya, mendudukan saya di atas selangkangannya, lalu mulai mengayunkan badan saya, maju mundur. Rasanya ada yang salah dan aneh, tapi saya tidak tahu apa.
Esoknya, dengan kata-kata seadanya saya menceritakan kejadian sebelum dan sesudah lampu kamar dimatikan pada Ibu. Hari itu juga, dia menghilang dan tak pernah muncul lagi. Keluarga kami tak pernah membahasnya.
Puluhan tahun berlalu sampai suatu hari, dalam sebuah seminar, seorang peserta menceritakan kejadian yang mirip dengan apa yang saya alami. Saat itu saya berusia 45 tahun. Seketika kenangan saya atas persitiwa itu datang seperti hantaman badai. Sekujur tubuh membeku saat menyadari, saya pun mengalami kekerasan seksual.
htmlText_88C671E2_ACD4_9E5D_41A9_B993E7F821A9.html =
Rumah 1965
Trauma tak punya tanggal kedaluwarsa. Cerita ini terjadi setengah abad lalu dan sempat lama terlupakan, tapi nyatanya tetap bercokol di bawah sadar.
Usia saya 5 tahun ketika salah satu saudara dari luar kota ikut tinggal di rumah. Dia baik hati, sering membelikan oleh-oleh. Saat kami bermain-main di kamarnya, dia sering bilang ingin memeriksa apakah saya mengompol. Dia akan melepas celana dalam yang katanya basah, lalu meletakannya di depan kipas angin “Supaya cepat kering”.
Lalu terjadilah hari itu. Dia memadamkan lampu kamar setelah melepaskan celana dalam saya. Kami berbaring di kasurnya, ia mengangkat badan saya, mendudukan saya di atas selangkangannya, lalu mulai mengayunkan badan saya, maju mundur. Rasanya ada yang salah dan aneh, tapi saya tidak tahu apa.
Esoknya, dengan kata-kata seadanya saya menceritakan kejadian sebelum dan sesudah lampu kamar dimatikan pada Ibu. Hari itu juga, dia menghilang dan tak pernah muncul lagi. Keluarga kami tak pernah membahasnya.
Puluhan tahun berlalu sampai suatu hari, dalam sebuah seminar, seorang peserta menceritakan kejadian yang mirip dengan apa yang saya alami. Saat itu saya berusia 45 tahun. Seketika kenangan saya atas persitiwa itu datang seperti hantaman badai. Sekujur tubuh membeku saat menyadari, saya pun mengalami kekerasan seksual.
htmlText_8E3AADBE_AF5F_8622_41CA_7017DDA10C24.html =
Rumah 1965
Trauma tak punya tanggal kedaluwarsa. Cerita ini terjadi setengah abad lalu dan sempat lama terlupakan, tapi nyatanya tetap bercokol di bawah sadar.
Usia saya 5 tahun ketika salah satu saudara dari luar kota ikut tinggal di rumah. Dia baik hati, sering membelikan oleh-oleh. Saat kami bermain-main di kamarnya, dia sering bilang ingin memeriksa apakah saya mengompol. Dia akan melepas celana dalam yang katanya basah, lalu meletakannya di depan kipas angin “Supaya cepat kering”.
Lalu terjadilah hari itu. Dia memadamkan lampu kamar setelah melepaskan celana dalam saya. Kami berbaring di kasurnya, ia mengangkat badan saya, mendudukan saya di atas selangkangannya, lalu mulai mengayunkan badan saya, maju mundur. Rasanya ada yang salah dan aneh, tapi saya tidak tahu apa.
Esoknya, dengan kata-kata seadanya saya menceritakan kejadian sebelum dan sesudah lampu kamar dimatikan pada Ibu. Hari itu juga, dia menghilang dan tak pernah muncul lagi. Keluarga kami tak pernah membahasnya.
Puluhan tahun berlalu sampai suatu hari, dalam sebuah seminar, seorang peserta menceritakan kejadian yang mirip dengan apa yang saya alami. Saat itu saya berusia 45 tahun. Seketika kenangan saya atas persitiwa itu datang seperti hantaman badai. Sekujur tubuh membeku saat menyadari, saya pun mengalami kekerasan seksual.
htmlText_A2DD8550_B554_0B21_41E4_2004CA4E6E39.html =
Warung Internet
Kejadian ini berlangsung sekitar 10 tahun lalu. Aku baru lulus kuliah dan masih sibuk melamar pekerjaan ke sana ke mari. Saat sedang mengirim surel lamaran dan CV di warnet, nama, alamat, dan nomor ponselku dicatat oleh orang asing yang melihat layar komputer yang kupakai.
Dia lalu mengirim SMS, mengajak berkenalan. Aku merinding saat pesannya sangat spesifik "kenapa kamu merengut?" Aku sadar saat itu sedang diintai di warnet.
Aku cepat-cepat pergi. Tapi terornya baru dimulai. Sejak hari itu, dia membanjiri ponselku dengan pesan-pesan. Kadang dia marah karena aku mengacuhkannya, tidak menghargai niat baiknya. Kadang dia minta maaf karena menggangguku. Suatu kali dia memaksa mau datang ke rumahku. Malam itu aku menginap di kantor karena ketakutan.
Saat menceritakan ini pada teman-teman, sebagian bilang "biarkan saja sampai bosan". Sebagian lagi malah menganjurkan aku melayani permintaan "siapa tau dia jodohmu".
htmlText_A65A939C_B5CC_0F20_41D9_F43ADB018600.html =
Kelas 5A 06:35
Kejadian ini sudah lama berlalu. Tapi masih saya ingat dengan sangat jelas. Hari itu saya mendapat tugas piket, menyapu kelas sebelum jam masuk sekolah. Saya sendirian di dalam kelas. Tiba-tiba ada teman sekelas laki-laki yang masuk, mendekati saya, lalu meremas payudara saya. Saya kaget, marah dan kesakitan. Payudara saya sedang mulai tumbuh, disentuh pun rasanya sakit, apalagi kalau diremas seperti itu. Saya ingat akan memukulnya dengan sapu yang saya pegang tapi dia sudah terlanjur lari keluar kelas, cepat sekali.
Sampai hari ini saya tidak pernah menceritakannya pada siapa pun. Sejak saat itu saya selalu waspada pada semua laki-laki. Memilih jadi jutek dan galak supaya tidak ada yang berani mendekat lalu melecehkan saya.
htmlText_A6EF403B_B5CC_0960_41DD_DAF05F082180.html =
Warung Internet
Kejadian ini berlangsung sekitar 10 tahun lalu. Aku baru lulus kuliah dan masih sibuk melamar pekerjaan ke sana ke mari. Saat sedang mengirim surel lamaran dan CV di warnet, nama, alamat, dan nomor ponselku dicatat oleh orang asing yang melihat layar komputer yang kupakai.
Dia lalu mengirim SMS, mengajak berkenalan. Aku merinding saat pesannya sangat spesifik "kenapa kamu merengut?" Aku sadar saat itu sedang diintai di warnet.
Aku cepat-cepat pergi. Tapi terornya baru dimulai. Sejak hari itu, dia membanjiri ponselku dengan pesan-pesan. Kadang dia marah karena aku mengacuhkannya, tidak menghargai niat baiknya. Kadang dia minta maaf karena menggangguku. Suatu kali dia memaksa mau datang ke rumahku. Malam itu aku menginap di kantor karena ketakutan.
Saat menceritakan ini pada teman-teman, sebagian bilang "biarkan saja sampai bosan". Sebagian lagi malah menganjurkan aku melayani permintaan "siapa tau dia jodohmu".
htmlText_A9854379_B5D4_0FE0_41C5_B7B47853D7D0.html =
Warung Bakso 21:43
Sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari keluarga miskin, aku diminta berhenti sekolah untuk membantu mencari uang. Aku bekerja mencuci mangkok penjual bakso keliling dari jam 2 sampai jam 10 malam. Kadang sampai dini hari kalau kami mangkal di pesta yang ada dangdutannya.
Rute kami selalu sama. Suatu malam, saat berhenti di sebuah warung semi permanen yang hanya digunakan di siang hari, si tukang bakso mengajakku masuk, di dalam, ia terlentang di atas kursi panjang kayu. Dia membuka celananya, mengeluarkan kemaluannya. Lalu meraih tanganku, mengarahkannya ke kemaluannya, memintaku memegang kemaluannya dan memainkannya. Aku berusaha berontak, tapi cengkraman tangannya sangat kuat sehingga tanganku menyentuh kemaluannya.
Jijik luar biasa rasanya. Kaget dan mual melihat kemaluan laki-laki dewasa. Aku berhasil meloloskan diri. Dia keluar dengan kesal. Sambil menarik kembali resletingnya, dia meminta agar aku tidak cerita kepada siapapun.
htmlText_B135715F_B4D4_F227_41E9_3A1B202E69A5.html =
Saya kini berusia 50 tahun. Tapi tetap tidak bisa melupakan kepahitan hidup bertahun-tahun yang lalu. Saya dipaksa ‘menyerahkan’ tubuh untuk kepuasan seksual beberapa tentara. Tidak ada yang pernah mengira bahwa menjadi perempuan pada masa pendudukan di Timor Leste periode 1975-1999 adalah bencana. Tidak peduli perempuan tua atau muda, para tentara memperkosa mereka.
Suatu malam saya dipanggil oleh seorang tentara. Saya dimasukan ke sebuah kamar berukuran kecil dan disitulah mereka memperkosa saya, bergantian, hampir sepanjang malam.
Ini bukan hanya kisah saya sendiri. Banyak perempuan lain yang mengalami, menjadikannya ‘rahasia pribadi’, tanpa pernah bisa diusik hingga mati.
Trauma tersebut semakin mengeras dengan adanya stigma dari masyarakat atau dari keluarga. Julukan ‘Bapa Nona’ memberikan cap buruk bahwa kami adalah ‘perempuan rendah’, ‘perempuan pelayan seks’ ataupun ‘perempuan kotor’ meski pada kenyataannya kami ikut berjuang menyelamatkan desa. Meski untuk ini kami harus membayar dengan tubuh dan vagina kami. Tak mudah bagi kami (para penyintas) untuk meninggalkan desa saat perang karena tentara memaksa kami tetap tinggal.
Seringkali kami tidak punya pilihan lain:
Menyelamatkan diri sendiri atau orang lain.
Jika kami kabur, maka seluruh desa diancam akan dibakar, atau sebaliknya kami, para penyintas, yang diancam akan dibunuh jika meninggalkan desa.
htmlText_B13D8A2D_B4D4_166B_41EE_0F2C583D6302.html =
Jumat malam itu, saya hendak menemui teman di lokasi pondokan lain yang berjarak agak jauh untuk membicarakan program KKN. Listrik mati, desa gelap, dan banyak babi hutan berkeliaran. Jadi saya memutuskan mampir di pondokan terdekat untuk mencari teman ke pondokan yang lebih jauh itu.
Saat mampir ini, hujan deras turun. Hujan baru menipis saat tengah malam. Sudah terlalu malam untuk meneruskan perjalanan atau kembali lagi lalu membangunkan pemilik rumah pondokan saya.
Di pondokan ini, hanya ada satu orang dan ruangan yang disediakan untuk mahasiswa KKN hanya satu. Saya tidur di satu ujung ruangan, dan dia tidur di ujung lain.
Dini hari saya terbangun karena kegerahan. Masih dengan mata terpejam, saya merasakan tangannya memeluk tubuh saya. Setelah itu, dia meraba dada dan menciumi bibir saya. Saya pura-pura tidur, berharap dia berhenti. Kalau saya berteriak, warga yang datang justru menilai bahwa kejadian ini saya inginkan.
Saya membalikan badan, tapi dia menarik saya hingga telentang. Ia menyikap baju saya, mencium dada saya, lalu memasukan jarinya ke dalam kemaluan saya. Saya kesakitan dan sangat marah. Saya mendorongnya dan bertanya dengan nada sedikit tinggi “Kamu ngapain?”
htmlText_B238EBCE_B4D4_1629_41ED_C4BA621AF78A.html =
Saya mulai bekerja di perkebunan ini sejak umur 6 tahun untuk membantu orang tua mencari nafkah. Beberapa tahun yang lalu, saat saya berumur 16 tahun, saya mengalami penyerangan pertama.
Hari itu, mandor saya mengajak untuk bekerja di salah satu bagian perkebunan yang agak terpencil. Tugas saya mendorong gerobak tangan yang sarat dengan gerumbul kelapa sawit oranye yang dia potong dari rumputnya. Tiba-tiba mandor ini mencengkram lengan saya, menggerayangi payudara saya, lalu melemparkan saya ke tanah. Dia memperkosa saya di tanah perkebunan itu, di antara pohon kelapa sawit yang menjulang.
Setelah itu, sambil menempelkan kapak ke tenggorokan saya dia mengancam akan membunuh saya dan keluarga saya. Lalu dia berdiri dan meludahi saya.
Sembilan bulan kemudian, setelah dia memperkosa saya empat kali lagi, saya melahirkan bayi laki-laki. Keluarga saya melaporkan kejadian ini pada polisi. Tapi pengaduan itu dibatalkan karena tidak cukup bukti.
Saya ingin dia dihukum. Saya ingin dia ditangkap dan dihukum karena dia tidak peduli pada bayi ini. Karena dia tidak mau bertanggung jawab.
htmlText_B24DD70B_B4D4_1E2F_41E8_B7BF135EE1D3.html =
Saat itu aku masih kuliah. Beberapa kali aku nongkrong di kafe yang sama, lalu berkenalan dengan dia yang juga sering datang ke tempat itu. Kami jadi sering ngobrol.
Suatu hari dia mengajakku main kekontrakannya. Aku tak menolak. Toh kami berteman dan aku merasa senang ngobrol dengan dia.
Sesampai di rumah kontrakannya, beberapa temannya juga datang ke rumah itu dan ikut menimbrung dalam obrolan kami. Aku tak pernah menyangka bahwa itu awal malapetaka.
Pintu dikunci, lalu mereka mengelilingiku. Aku menyadari ada yang salah, tapi terlambat, aku sudah terjebak. Mereka membuka pakaianku. Aku ditelanjangi. Mereka memegang kemaluanku, memberikan stimulant seks, lalu mereka memperkosaku.
Aku tak berani menceritakan ini pada siapapun. Kok bisa laki-laki diperkosa? Mungkin orang akan bertanya begitu. Laki-laki sejati harusnya bisa melawan. Atau justru akan merendahkan
“Kamu ereksi kan?”
“Kamu ‘keluar’ kan?”
“Terus masalahnya di mana? Seharusnya senang, dong!”
Aku memutuskan untuk tidak berusaha berpenampilan menarik lagi seperti dulu, setidaknya supaya tidak jadi perhatian orang lain lagi.
htmlText_B276077F_B4CC_1EE7_41D4_816550F50E1E.html =
Kantor Pemda 13:28
Sebagai anak magang, kesempatan bekerja di kantor ini sangatlah berharga. Apalagi, suasana kerjanya menyenangkan.
Hari ini, saya harus mengumpulkan sejumlah artikel media. Saat sedang mengerjakan itu, tiba-tiba saya merasakan ada tangan yang meremas pundak saya dan terdengar suara bertanya saya sedang sibuk apa. Saya tersentak dan menoleh. Pemilik tangan itu ternyata salah satu atasan di bagian ini, yang kemudian berlalu sambil tertawa.
Setelah kejadian itu, kontak-kontak fisik yang tidak saya harapkan sering dia lakukan. Hari berikutnya dia berusaha menyentuh wajah saya, di saat lain dia tiba-tiba mencolek pinggang saya. Saya marah pada diri sendiri tiap kali kecolongan seperti itu. Harusnya saya bisa mencegah hal-hal ini terjadi.
htmlText_B27FE481_B4CC_321A_41E4_26B07344369D.html =
Indonesia 17:00
Saya senang melakukan perjalanan seorang diri, berkelana dari satu tempat ke tempat lain. Mendatangi acara musik, mengunjungi kafe dan tempat unik di seluruh penjuru kota. Tapi saya tak pernah sedikit pun merasa aman.
Saya berhijab, tanpa memperlihatkan lekuk tubuh saya, tapi tak lantas membuat mata laki-laki berhenti menelanjangi saya dari ujung rambut hingga ujung kaki saya sembari mengatakan, “Badan mbak kecil juga ya? Pacarnya mbak pasti gampang menggendong pas malam pertama nanti”, kata sopir transportasi online sambil menyeringai.
Teman-teman laki-laki di kantor tidak segan menunjukkan gambar penis, gambar orang bersetubuh, mengejek buah dada saya kecil, mengatakan bahwa pasangan saya kelak tidak akan bahagia atas kekurangan saya itu. Kalau saya kesal, mereka akan bilang “Ah, engga seru! Ini kan cuma bercanda. Pantes aja sampai sekarang belum dapat jodoh, bercanda begini aja ngambek.”
Saya takut menjadi perempuan di negara ini. Sampai kapan kami harus terus bungkam?
htmlText_B30D130A_B4F4_7629_41D2_1F2DED2BB8E1.html =
DKI Jakarta 14:37
Mantan pacar saya paranoid dan pencemburu. Ketika saya masih berpacaran dengannya, dia pernah menguntit di kegiatan organisasi, ke kantor, rumah, dan bahkan rumah sahabat saya. Dia memaki-maki saya ‘pelacur’ di hadapan banyak orang hanya karena saya berinteraksi dengan laki-laki lain.
Namun, kadang dia datang, berteriak memanggil-manggil nama saya dan menangis untuk meminta maaf. Intinya dia akan mencari perhatian dan membuat saya malu. Dia mewajibkan saya melaporkan semua kegiatan saya. Ponsel dan media sosial saya juga dicek. Dia follow semua followers saya di media sosial. Akhirnya saya memutuskan untuk menonaktifkan Facebook dan Instagram.
Setelah kami putus, aksi penguntitan ini tidak otomatis berhenti. Ia pernah datang ke rumah tanpa diundang lalu memporakporandakan ruang tamu.
Sampai hari ini saya masih rutin mengunjungi psikiater akibat kejadian-kejadian yang lalu.
htmlText_B391A4C5_B4CC_F21B_41EC_AFED841C52F8.html =
Lift Kantor 14:10
Usia saya sekarang 29 tahun. Saat ini saya adalah salah satu pegawai termuda di sebuah kantor di gedung pencakar langit di Jakarta.
Selama bekerja, cukup sering saya menerima perlakuan yang membuat saya tidak nyaman dari teman-teman perempuan di kantor yang usianya lebih tua dari saya. Saya sadar tubuh saya liat dan berotot karena saya rajin lari dan berlatih di gym. Kadang mereka memegang dan meremas-remas lengan saya tanpa alasan.
Minggu lalu saya berada dalam lift bersama dua di antara mereka. Waktu saya masuk, mereka sudah di dalam, lalu mereka meremas pantat saya. Salah satunya kemudian maju, berada di depan saya. Saya terjepit di tengah mereka berdua, sementara mereka bergerak-gerak menggesekkan badannya ke badan saya. Apakah itu pelecehan seksual?
htmlText_B4C259BB_B4F4_326F_41CE_77DA65D06A26.html =
Ponsel Pintar 20:16
Kelas 1 SMA, aku berpacaran dengan laki-laki yang menurutku pandai dan rajin beribadah. Sebetulnya aku belum boleh pacaran, kami merahasiakan hubungan ini.
Beberapa bulan pacaran, dia mulai mengancam melaporkan pada orangtuaku kalau aku tidak mengiriminya foto-foto telanjang. Saat kami bertemu, dia mulai menyentuh dada dan kemaluanku. Permintaan foto dan videonya pun makin hari makin aneh. Ia memintaku melakukannya sambil menyakiti fisikku, memotret tidak hanya tubuhku, tapi juga teman-teman perempuanku dan tubuh Mama!
Di tahun-tahun belakangan, kalau aku menolaknya, dia akan meneror via aplikasi pesan, sampai berkali-kali menelepon tidak peduli kapan dan di mana pun. Setiap kali melihat namanya muncul di ponsel, aku langsung mual dan sakit perut. Ia mengancam akan menyebarkan foto atau video yang pernah kukirim kepada keluargaku, teman-temanku, media sosial, bahkan pihak kampus.
htmlText_B4C4B7DA_B4CC_1E29_41DA_2B1329FDCD67.html =
Sunset Road 03:20
Gara-gara ingin berhemat, saya mendarat di Bali pada dini hari karena naik penerbangan paling akhir yang murah. Terlambat, pula.
Saya naik taksi dari loket resmi menuju Padangsambian. Karena koper besar yang saya bawa diletakkan di kursi belakang, saya duduk di samping sopir. Kelelahan dan mengantuk, saya bilang kalau mau mampir ke ATM.
Sepanjang jalan sopir berusaha mengajak saya bercakap-cakap. Saya menjawab pendek-pendek. Tiba-tiba dia mengelus paha saya dan memegang tangan saya. Saya menyentakkan tangannya. Dia marah dan menyebut saya cewek sombong.
Saya memerintahkannya berhenti di ATM, lalu saya keluar, mengambil uang sambil berdoa.
Saya kembali ke taksi, mengambil paksa tas saya dengan alasan ada teman yang akan menjemput. Sopir marah, memaki-maki saya, mengambil seluruh uang lalu melemparkan dompet saya.
Untung dia segera pergi meninggalkan tempat itu.
htmlText_B4D6293A_B4CC_1269_41CE_453040285281.html =
Kelas 5A 06:35
Kejadian ini sudah lama berlalu. Tapi masih saya ingat dengan sangat jelas. Hari itu saya mendapat tugas piket, menyapu kelas sebelum jam masuk sekolah. Saya sendirian di dalam kelas. Tiba-tiba ada teman sekelas laki-laki yang masuk, mendekati saya, lalu meremas payudara saya. Saya kaget, marah dan kesakitan. Payudara saya sedang mulai tumbuh, disentuh pun rasanya sakit, apalagi kalau diremas seperti itu. Saya ingat akan memukulnya dengan sapu yang saya pegang tapi dia sudah terlanjur lari keluar kelas, cepat sekali.
Sampai hari ini saya tidak pernah menceritakannya pada siapa pun. Sejak saat itu saya selalu waspada pada semua laki-laki. Memilih jadi jutek dan galak supaya tidak ada yang berani mendekat lalu melecehkan saya.
htmlText_B4DDF6B7_B4D4_1E66_41DE_0E05366AF5F0.html =
Ruang Keluarga 15:25
Guru les ini dikenal baik oleh keluarga kami. Ibu saya mempercayainya karena dia juga mengajari kakak saya, abang saya dan teman-teman kami. Les privat ini penting karena kemampuan matematika saya payah.
Suatu sore saat sedang mengerjakan persamaan yang rumit, tiba-tiba guru les ini mencium bibir saya, memasukan lidahnya ke dalam mulut saya yang bengong karena tindakannya yang tiba-tiba. Lalu dia tertawa. Saya diam, pura-pura tidak terjadi apa-apa, meskipun dalam hati jijik setengah mati. Di akhir pelajaran, dia memohon-mohon supaya saya tidak menceritakan ini pada Ibu.
Anak-anaknya masih kecil. Kalau saya ceritakan ini pada Ayah atau Ibu, dia mungkin dipecat. Kasihan keluarganya harus menanggung akibat perbuatannya.
htmlText_B5258676_B4F4_1EF9_41C5_1BBB40C17010.html =
Jalan Kampung 06:15
Pagi itu saya sedang berjalan kaki di jalan setapak berkerikil menuju warung terdekat. Saya memakai kaos merah muda dan celana panjang denim yang dulu dipakai ibu saya. Saya harus keluar pagi-pagi karena kehabisan minyak untuk memasak sarapan.
Ada beberapa laki-laki sedang duduk-duduk di atas motor yang diparkir. Saya diam dan berjalan menunduk. Salah satunya menyalakan motornya lalu melewati saya. Beberapa meter di depan saya, dia berhenti. Tiba dia berdiri menghalangi jalan saya, membuka celananya, lalu bilang “Enak lho, dek. Cobain aja”.
Sebelum dia semakin nekat, saya lari sekencang-kencangnya kembali ke rumah. Sampai hari ini saya masih memikirkan kejadian itu. Apakah saya yang salah? Untung waktu itu saya tidak berusaha memukul atau melemparinya dengan batu. Mungkin saya akan disalahkan karena membuat keributan.
htmlText_B59006BC_B4F4_3E69_41E0_59A6957A0418.html =
Kios Pulsa 17:45
Setelah beberapa kali membeli pulsa elektrik di tempat yang sama, saya sering ditelepon oleh penjaga kios pulsa itu. Ternyata dia menyimpan nomor ponsel saya. Setelah saya tahu, teleponnya tidak pernah saya angkat.
Suatu malam, saat sedang berjalan pulang, dia mengikuti saya. Tiba-tiba tangan saya ditarik, tubuh saya diseret, lalu saya didorong. Dia marah, berteriak-teriak, bertanya kenapa saya terus-menerus pulang bersama laki-laki. Kenapa saya tidak mau menerima kantong plastik berisi kudapan yang digantung di gagang pintu kos saya. Saya selalu mengembalikan kudapan itu.
Saat itu saya ditolong oleh warga setempat, tapi tidak ada yang menegur dia. Rupanya dia anggota ormas, jadi warga merasa takut.
htmlText_B5D3B76F_B4D4_1EE7_41DE_B7D164589963.html =
Malam itu dia menjemputku ke kos untuk pergi ngopi di sebuah kedai kopi di dekat kampus. Setelah berbincang-bincang agak lama, seorang teman dari meja lain menghampiri dan mengajaknya membeli wiski. Kami bertiga berpatungan membelinya, lalu minum berempat, Bersama dengan barista di kedai itu.
Dia mengantarku pulang. Sepanjang perjalanan naik motor, aku bersandar pada tubuhnya. Tapi ini bukan jalan kearah kosku. Aku protes minta pulang, dia tidak menghiraukanku.
Kumpulkan kesadaran, lalu menghubungi kekasihku lewat chat. Aku ketakutan.
Entah bagaimana, kami sampai di kamar kosnya. Aku meringkuk di lantai, kepalaku sakit. Ponselku tak menerima sinyal. Sialan.
Aku minta sandi wifi, lalu mengirimkan lokasi pada kekasihku.
Dia mematikan lampu, mengunci pintu dan tiduran di kasurnya. Aku tetap di karpet dan menolak, sampai akhirnya dia mengangkatku ke Kasur. Aku merasakan nafasnya di belakang leherku. Aku berkali-kali bilang jangan, sambil memohon dia tidak melampiaskan nafsunya.
Dia merayapi tubuhku, lalu melepaskan celanaku. Hanya celanaku. Dia memperkosaku tanpa ingat bahwa aku temannya, aku manusia. Dia membekap mulut dan hidungku dengan tangannya. Dan anehnya, tak ada satupun tetangga kosnya yang datang menyelamatkanku.
Bukan hanya aku yang jadi korban si keparat ini. Dia beralasan “Aku kalau mabuk jadi hilang kontrol, sori”
htmlText_B5D8524D_B4CC_162B_41DE_9030B9C3B173.html =
Warung Bakso 21:43
Sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari keluarga miskin, aku diminta berhenti sekolah untuk membantu mencari uang. Aku bekerja mencuci mangkok penjual bakso keliling dari jam 2 sampai jam 10 malam. Kadang sampai dini hari kalau kami mangkal di pesta yang ada dangdutannya.
Rute kami selalu sama. Suatu malam, saat berhenti di sebuah warung semi permanen yang hanya digunakan di siang hari, si tukang bakso mengajakku masuk, di dalam, ia terlentang di atas kursi panjang kayu. Dia membuka celananya, mengeluarkan kemaluannya. Lalu meraih tanganku, mengarahkannya ke kemaluannya, memintaku memegang kemaluannya dan memainkannya. Aku berusaha berontak, tapi cengkraman tangannya sangat kuat sehingga tanganku menyentuh kemaluannya.
Jijik luar biasa rasanya. Kaget dan mual melihat kemaluan laki-laki dewasa. Aku berhasil meloloskan diri. Dia keluar dengan kesal. Sambil menarik kembali resletingnya, dia meminta agar aku tidak cerita kepada siapapun.
htmlText_B84DCC96_B574_1920_41B8_79EC99E6A679.html =
Jalan Kampung 06:15
Pagi itu saya sedang berjalan kaki di jalan setapak berkerikil menuju warung terdekat. Saya memakai kaos merah muda dan celana panjang denim yang dulu dipakai ibu saya. Saya harus keluar pagi-pagi karena kehabisan minyak untuk memasak sarapan.
Ada beberapa laki-laki sedang duduk-duduk di atas motor yang diparkir. Saya diam dan berjalan menunduk. Salah satunya menyalakan motornya lalu melewati saya. Beberapa meter di depan saya, dia berhenti. Tiba dia berdiri menghalangi jalan saya, membuka celananya, lalu bilang “Enak lho, dek. Cobain aja”.
Sebelum dia semakin nekat, saya lari sekencang-kencangnya kembali ke rumah. Sampai hari ini saya masih memikirkan kejadian itu. Apakah saya yang salah? Untung waktu itu saya tidak berusaha memukul atau melemparinya dengan batu. Mungkin saya akan disalahkan karena membuat keributan.
htmlText_B8932CBE_B574_1960_41BA_B23E847B433C.html =
DKI Jakarta 14:37
Mantan pacar saya paranoid dan pencemburu. Ketika saya masih berpacaran dengannya, dia pernah menguntit di kegiatan organisasi, ke kantor, rumah, dan bahkan rumah sahabat saya. Dia memaki-maki saya ‘pelacur’ di hadapan banyak orang hanya karena saya berinteraksi dengan laki-laki lain.
Namun, kadang dia datang, berteriak memanggil-manggil nama saya dan menangis untuk meminta maaf. Intinya dia akan mencari perhatian dan membuat saya malu. Dia mewajibkan saya melaporkan semua kegiatan saya. Ponsel dan media sosial saya juga dicek. Dia follow semua followers saya di media sosial. Akhirnya saya memutuskan untuk menonaktifkan Facebook dan Instagram.
Setelah kami putus, aksi penguntitan ini tidak otomatis berhenti. Ia pernah datang ke rumah tanpa diundang lalu memporakporandakan ruang tamu.
Sampai hari ini saya masih rutin mengunjungi psikiater akibat kejadian-kejadian yang lalu.
htmlText_B89480F5_B574_0AE0_41E6_B48F3A25F0D9.html =
DKI Jakarta 14:37
Mantan pacar saya paranoid dan pencemburu. Ketika saya masih berpacaran dengannya, dia pernah menguntit di kegiatan organisasi, ke kantor, rumah, dan bahkan rumah sahabat saya. Dia memaki-maki saya ‘pelacur’ di hadapan banyak orang hanya karena saya berinteraksi dengan laki-laki lain.
Namun, kadang dia datang, berteriak memanggil-manggil nama saya dan menangis untuk meminta maaf. Intinya dia akan mencari perhatian dan membuat saya malu. Dia mewajibkan saya melaporkan semua kegiatan saya. Ponsel dan media sosial saya juga dicek. Dia follow semua followers saya di media sosial. Akhirnya saya memutuskan untuk menonaktifkan Facebook dan Instagram.
Setelah kami putus, aksi penguntitan ini tidak otomatis berhenti. Ia pernah datang ke rumah tanpa diundang lalu memporakporandakan ruang tamu.
Sampai hari ini saya masih rutin mengunjungi psikiater akibat kejadian-kejadian yang lalu.
htmlText_B89800F7_B574_0AE0_41E2_5149F2CE6737.html =
Ponsel Pintar 20:16
Kelas 1 SMA, aku berpacaran dengan laki-laki yang menurutku pandai dan rajin beribadah. Sebetulnya aku belum boleh pacaran, kami merahasiakan hubungan ini.
Beberapa bulan pacaran, dia mulai mengancam melaporkan pada orangtuaku kalau aku tidak mengiriminya foto-foto telanjang. Saat kami bertemu, dia mulai menyentuh dada dan kemaluanku. Permintaan foto dan videonya pun makin hari makin aneh. Ia memintaku melakukannya sambil menyakiti fisikku, memotret tidak hanya tubuhku, tapi juga teman-teman perempuanku dan tubuh Mama!
Di tahun-tahun belakangan, kalau aku menolaknya, dia akan meneror via aplikasi pesan, sampai berkali-kali menelepon tidak peduli kapan dan di mana pun. Setiap kali melihat namanya muncul di ponsel, aku langsung mual dan sakit perut. Ia mengancam akan menyebarkan foto atau video yang pernah kukirim kepada keluargaku, teman-temanku, media sosial, bahkan pihak kampus.
htmlText_B89890FA_B574_0AE0_41DF_2EFC50B35DA3.html =
Jalan Kampung 06:15
Pagi itu saya sedang berjalan kaki di jalan setapak berkerikil menuju warung terdekat. Saya memakai kaos merah muda dan celana panjang denim yang dulu dipakai ibu saya. Saya harus keluar pagi-pagi karena kehabisan minyak untuk memasak sarapan.
Ada beberapa laki-laki sedang duduk-duduk di atas motor yang diparkir. Saya diam dan berjalan menunduk. Salah satunya menyalakan motornya lalu melewati saya. Beberapa meter di depan saya, dia berhenti. Tiba dia berdiri menghalangi jalan saya, membuka celananya, lalu bilang “Enak lho, dek. Cobain aja”.
Sebelum dia semakin nekat, saya lari sekencang-kencangnya kembali ke rumah. Sampai hari ini saya masih memikirkan kejadian itu. Apakah saya yang salah? Untung waktu itu saya tidak berusaha memukul atau melemparinya dengan batu. Mungkin saya akan disalahkan karena membuat keributan.
htmlText_B898A0F8_B574_0AE0_41E4_C4063C85B5F3.html =
Kios Pulsa 17:45
Setelah beberapa kali membeli pulsa elektrik di tempat yang sama, saya sering ditelepon oleh penjaga kios pulsa itu. Ternyata dia menyimpan nomor ponsel saya. Setelah saya tahu, teleponnya tidak pernah saya angkat.
Suatu malam, saat sedang berjalan pulang, dia mengikuti saya. Tiba-tiba tangan saya ditarik, tubuh saya diseret, lalu saya didorong. Dia marah, berteriak-teriak, bertanya kenapa saya terus-menerus pulang bersama laki-laki. Kenapa saya tidak mau menerima kantong plastik berisi kudapan yang digantung di gagang pintu kos saya. Saya selalu mengembalikan kudapan itu.
Saat itu saya ditolong oleh warga setempat, tapi tidak ada yang menegur dia. Rupanya dia anggota ormas, jadi warga merasa takut.
htmlText_B8C8189D_B54C_1920_41D1_40B2AD58D91C.html =
Lift Kantor 14:10
Usia saya sekarang 29 tahun. Saat ini saya adalah salah satu pegawai termuda di sebuah kantor di gedung pencakar langit di Jakarta.
Selama bekerja, cukup sering saya menerima perlakuan yang membuat saya tidak nyaman dari teman-teman perempuan di kantor yang usianya lebih tua dari saya. Saya sadar tubuh saya liat dan berotot karena saya rajin lari dan berlatih di gym. Kadang mereka memegang dan meremas-remas lengan saya tanpa alasan.
Minggu lalu saya berada dalam lift bersama dua di antara mereka. Waktu saya masuk, mereka sudah di dalam, lalu mereka meremas pantat saya. Salah satunya kemudian maju, berada di depan saya. Saya terjepit di tengah mereka berdua, sementara mereka bergerak-gerak menggesekkan badannya ke badan saya. Apakah itu pelecehan seksual?
htmlText_B8CC0898_B54C_1920_41BD_756D50AD62AA.html =
Ruang Keluarga 15:25
Guru les ini dikenal baik oleh keluarga kami. Ibu saya mempercayainya karena dia juga mengajari kakak saya, abang saya dan teman-teman kami. Les privat ini penting karena kemampuan matematika saya payah.
Suatu sore saat sedang mengerjakan persamaan yang rumit, tiba-tiba guru les ini mencium bibir saya, memasukan lidahnya ke dalam mulut saya yang bengong karena tindakannya yang tiba-tiba. Lalu dia tertawa. Saya diam, pura-pura tidak terjadi apa-apa, meskipun dalam hati jijik setengah mati. Di akhir pelajaran, dia memohon-mohon supaya saya tidak menceritakan ini pada Ibu.
Anak-anaknya masih kecil. Kalau saya ceritakan ini pada Ayah atau Ibu, dia mungkin dipecat. Kasihan keluarganya harus menanggung akibat perbuatannya.
htmlText_B8E24AFB_B577_FEE1_41D2_C141BCDE2DA7.html =
Jalan Kampung 06:15
Pagi itu saya sedang berjalan kaki di jalan setapak berkerikil menuju warung terdekat. Saya memakai kaos merah muda dan celana panjang denim yang dulu dipakai ibu saya. Saya harus keluar pagi-pagi karena kehabisan minyak untuk memasak sarapan.
Ada beberapa laki-laki sedang duduk-duduk di atas motor yang diparkir. Saya diam dan berjalan menunduk. Salah satunya menyalakan motornya lalu melewati saya. Beberapa meter di depan saya, dia berhenti. Tiba dia berdiri menghalangi jalan saya, membuka celananya, lalu bilang “Enak lho, dek. Cobain aja”.
Sebelum dia semakin nekat, saya lari sekencang-kencangnya kembali ke rumah. Sampai hari ini saya masih memikirkan kejadian itu. Apakah saya yang salah? Untung waktu itu saya tidak berusaha memukul atau melemparinya dengan batu. Mungkin saya akan disalahkan karena membuat keributan.
htmlText_BB4F25DE_B574_0B20_4193_AD6140CD91AC.html =
Gedung Pertunjukan 15:54
Hari itu hari pertama proses syuting film pendek. Tak ada yang ganjil, sampai seorang aktor senior meminta saya duduk bersebelahan untuk berlatih dialog. Awalnya, saya tak berprasangka apa pun dan obrolan kami berjalan normal. Dia senior, saya segan dan berusaha sopan waktu dia mengajak saya mengobrol. Tak disangka, saat mengobrol berdua di ruang rias, tiba-tiba dia menghadapkan kursinya pada saya, lalu mengelus paha saya begitu saja. Saya tidak bereaksi apa-apa, kepala saya berkecamuk. Saya syok.
Sepanjang hari sisa syuting, saya berusaha menghindarinya. Tapi aksi bejatnya tidak berhenti di situ.
Saat sesi foto bersama, dia berdiri di sebelah saya. Ia dengan sengaja menarik bagian belakang celana jins saya, memasukan jarinya ke dalam. Saya berusaha melepaskan pegangannya di celana dan membuat gerakan melompat. Tapi dia tak melepaskan tangannya, malah menarik saya ke belakang. Saya merasa terlanggar, saya marah.
htmlText_BB602880_B57C_1920_41E1_DF89E43FE3E1.html =
Lift Kantor 14:10
Usia saya sekarang 29 tahun. Saat ini saya adalah salah satu pegawai termuda di sebuah kantor di gedung pencakar langit di Jakarta.
Selama bekerja, cukup sering saya menerima perlakuan yang membuat saya tidak nyaman dari teman-teman perempuan di kantor yang usianya lebih tua dari saya. Saya sadar tubuh saya liat dan berotot karena saya rajin lari dan berlatih di gym. Kadang mereka memegang dan meremas-remas lengan saya tanpa alasan.
Minggu lalu saya berada dalam lift bersama dua di antara mereka. Waktu saya masuk, mereka sudah di dalam, lalu mereka meremas pantat saya. Salah satunya kemudian maju, berada di depan saya. Saya terjepit di tengah mereka berdua, sementara mereka bergerak-gerak menggesekkan badannya ke badan saya. Apakah itu pelecehan seksual?
htmlText_BB7D916F_B57C_0BE0_41E5_3091841E5B7D.html =
Ruang Keluarga 15:25
Guru les ini dikenal baik oleh keluarga kami. Ibu saya mempercayainya karena dia juga mengajari kakak saya, abang saya dan teman-teman kami. Les privat ini penting karena kemampuan matematika saya payah.
Suatu sore saat sedang mengerjakan persamaan yang rumit, tiba-tiba guru les ini mencium bibir saya, memasukan lidahnya ke dalam mulut saya yang bengong karena tindakannya yang tiba-tiba. Lalu dia tertawa. Saya diam, pura-pura tidak terjadi apa-apa, meskipun dalam hati jijik setengah mati. Di akhir pelajaran, dia memohon-mohon supaya saya tidak menceritakan ini pada Ibu.
Anak-anaknya masih kecil. Kalau saya ceritakan ini pada Ayah atau Ibu, dia mungkin dipecat. Kasihan keluarganya harus menanggung akibat perbuatannya.
htmlText_BCF06D0A_B574_FB20_41ED_D96F6A6ED773.html =
Gedung Pertunjukan 15:54
Hari itu hari pertama proses syuting film pendek. Tak ada yang ganjil, sampai seorang aktor senior meminta saya duduk bersebelahan untuk berlatih dialog. Awalnya, saya tak berprasangka apa pun dan obrolan kami berjalan normal. Dia senior, saya segan dan berusaha sopan waktu dia mengajak saya mengobrol. Tak disangka, saat mengobrol berdua di ruang rias, tiba-tiba dia menghadapkan kursinya pada saya, lalu mengelus paha saya begitu saja. Saya tidak bereaksi apa-apa, kepala saya berkecamuk. Saya syok.
Sepanjang hari sisa syuting, saya berusaha menghindarinya. Tapi aksi bejatnya tidak berhenti di situ.
Saat sesi foto bersama, dia berdiri di sebelah saya. Ia dengan sengaja menarik bagian belakang celana jins saya, memasukan jarinya ke dalam. Saya berusaha melepaskan pegangannya di celana dan membuat gerakan melompat. Tapi dia tak melepaskan tangannya, malah menarik saya ke belakang. Saya merasa terlanggar, saya marah.
htmlText_BCF50D0B_B574_FB20_41C8_DDC8DEBA17F9.html =
Instagram 09:20
Akun Instagram adalah salah satu tempat di mana saya bisa berbagi cerita berbagai pertandingan dan kejuaran yang pernah saya ikuti karena Jiujitsu bukan olahraga yang sepopuler bulu tangkis atau pencak silat di Indonesia. Sedihnya, di media sosial ini juga saya sering mengalami kekerasan secara seksual.
Dalam salah satu unggahan, saya menjepit badan lawan dengan kaki untuk mengunci posisinya, sementara lawan saya bertahan dengan menendang dada saya. Foto ini mendapat banyak sekali komentar yang membuat darah saya mendidih: “Wah, jadi ngac*ng nih” ada lagi yang menulis “Enak ya, bisa tindih-tindihan”.
Yang lebih parah, sebagian lagi bertindak lebih jauh. Mereka mengirimkan foto penisnya melalui direct message, ditambahi dengan komentar-komentar yang terlalu menjijikan untuk saya ulang di sini.
htmlText_BF80C559_B57C_0B20_41DC_5206CEF64DDB.html =
Instagram 09:20
Akun Instagram adalah salah satu tempat di mana saya bisa berbagi cerita berbagai pertandingan dan kejuaran yang pernah saya ikuti karena Jiujitsu bukan olahraga yang sepopuler bulu tangkis atau pencak silat di Indonesia. Sedihnya, di media sosial ini juga saya sering mengalami kekerasan secara seksual.
Dalam salah satu unggahan, saya menjepit badan lawan dengan kaki untuk mengunci posisinya, sementara lawan saya bertahan dengan menendang dada saya. Foto ini mendapat banyak sekali komentar yang membuat darah saya mendidih: “Wah, jadi ngac*ng nih” ada lagi yang menulis “Enak ya, bisa tindih-tindihan”.
Yang lebih parah, sebagian lagi bertindak lebih jauh. Mereka mengirimkan foto penisnya melalui direct message, ditambahi dengan komentar-komentar yang terlalu menjijikan untuk saya ulang di sini.
htmlText_F579AD76_FBEB_0C69_41C6_24BB6E31EB24.html =


## Action ### URL LinkBehaviour_5E3827A7_4F15_C0AE_41C5_F4C50D2C8619.source = http://virtualtour.tbsfightforsisterhood.co.id/story/gallery LinkBehaviour_6E6C2511_6138_E491_41D2_FBEE3E5DC20A.source = https://tbsfightforsisterhood.co.id/sign_petition LinkBehaviour_72036324_66BC_6AB5_41C8_9910E16AA8EA.source = http://virtualtour.tbsfightforsisterhood.co.id/story/gallery LinkBehaviour_73E4EC16_6158_E493_41C9_3A6BFD94AD65.source = http://virtualtour.tbsfightforsisterhood.co.id/story/gallery